Skip to main content

Pandangan saya tentang pemimpin "kafir"

Kali ini ane bakal bahas salah satu "keramaian" beberapa saat lalu, biar lebih keliatan profesional, jadi pake kata "saya" aja yak. Oke sebelum lanjut ke inti tulisan, saya ucapkan mohon maaf, karena udah cukup lama gak nulis tiba-tiba balik nulis di blog ini dengan berbagai alasan (resign contohnya, wkwk) meskipun blog ini pembacanya dikit, saya ucapkan makasih buanyaak. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan salah satu pihak atau apapun, melainkan hanya pendapat saya sebagai salah satu penduduk Indonesia yang baik. Jadi, monggo baca konten ini bersama kopi atau STMJ sambil santai. (nih, kopinya)
Pemimpin adalah salah satu aspek yang sangat diperhatikan oleh Rosulullah. Sebagaimana yang dijelaskan hadist, Rosulullah pernah bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
 “Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Berdasarkan hadist diatas, dapat diketahui bahwa Islam sangat menganggap penting masalah kepemimpinan. Hadits ini menjelaskan meskipun dalam sebuah kelompok Muslim yang sangat kecil- pun, Nabi  memerintahkan seorang Muslim agar memilih dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin. Kisah pembaiatan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq sesaat pasca wafatnya Rosulullah adalah bukti lain betapa pentingnya arti kepemimpinan ini dalam Islam. 
Nah, sebagai seorang muslim dan warga negara Indonesia yang baik, boleh dong saya mengutarakan pandangan saya tentang "pemimpin" ini? Manusia tidak ada yang sempurna, bahkan Nabi Muhammad yang bergelar insan kamil saja pernah diingatkan oleh Allah (baca surat 'Abasa), namun manusia wajib harus selalu berusaha memperbaiki diri sehingga menjadi hamba yang "ideal" dan diizinkaan masuk surga-Nya kelak. 
Pertama, di dalam Alquran ada beberapa ayat yang menjelaskan beberapa bab tentang kepemimpinan, 1. di surat Ali Imron, 

لاَّ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُوْنِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ إِلاَّ أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah  orang-orang  mukmin  mengambil  orang-orang  kafir  menjadi  wali (pemimpin, teman setia, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali.” (QS:  Ali Imron : 28)
Di dalam surat Ali Imron tersebut, sangat jelas melarang umat Islam untuk memilih pemimpin "kafir" dan meninggalkan orang-orang mukmin. 
Kemudian, 2 di surat An Nisa'
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُواْ لِلّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَاناً مُّبِيناً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS:  An Nisa’ : 144)
Lalu, 3 di Surat Al Maidah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَكُمْ هُزُواً وَلَعِباً مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Hai   orang-orang  yang  beriman,  janganlah  kamu  mengambil  orang-orang  yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik) sebagai wali.  Dan  bertakwalah kepada Allah  jika  kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS:  Al-Ma’aidah : 57)
4, di Surat An Nisa
 بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعاً
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin/teman penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS: An-Nisa’ : 138-139)
*maaf kalau ada surat lainnya yang juga menjelaskan tentang hal ini mungkin bisa ditambahkan, karena saya manusia tempatnya salah dan lupa, hehe (ngopi dulu, biar kalem)
Nah setelah membaca beberapa surat Alquran diatas mungkin beberapa kawan udah mulai punya asumsi sendiri-sendiri, silahkan asal jangan anarkis. Namun, menurut saya keempat ayat diatas tidak ada yang secara gamblang melarang umat muslim untuk memilih pemimpin non-muslim. Hampir semuanya melarang umat muslim untuk memilih pemimpin muslim tapi dengan "suatu" keadaan tertentu, seperti "dengan meninggalkan orang mukmin" contohnya. Monggo resapi lagi, apa maksud dari ayat ini? *sruput kopi lagi*
Apalagi kita hidup di negara Indonesia, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Negara Indonesia memang sebagian besar penduduknya beragama Islam, namun "hanya" sebagian besar saja, tidak seluruhnya. Apabila umat Islam yang notabene merupakan umat dengan Agama Rahmatan Lil 'Alamin berusaha memaksakan pendapatnya tanpa mendengarkan pendapat pihak lain, bukankah hal tersebut bukanlah rahmat lagi, namun sudah masuk kategori anarkis dan hanya seperti anak-anak SMA labil yang suka tawuran saja?
Beberapa ulama ada pula yang membolehkan pengangkatan non muslim untuk jabatan publik tertentu antara lain Al-Mawardi yang juga bermadzhab Syafi’i. Ulama yang wafat pada pertengahan abad 5 H ini memberikan tafshil, rincian terhadap jabatan.

ويجوز أن يكون هذا الوزير من أهل الذمة وإن لم يجز أن يكون وزير التفويض منهم


Posisi pejabat ini (tanfidz/eksekutif) boleh diisi oleh dzimmi (non muslim yang siap hidup bersama muslim). Namun untuk posisi pejabat tafwidh (pejabat dengan otoritas regulasi, legislasi, yudikasi, dan otoritas lainnya), tidak boleh diisi oleh kalangan mereka. (Lihat Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud Diniyah, Darul Fikr, Beirut, Cetakan 1, 1960, halaman 27).

Namun, sekali lagi, sebuah ayat Alquran maupun hadist ada banyak yang harus diperhatikan penafsirannya. Wali yang dimaksud disini bisa berarti suatu perwakilan, ketua, pemimpin, orang tua, bahkan juga wali. Sekali lagi, jangan menafsir ayat Alquran atau Hadist dengan seenak jidat, perlu berbagai Ilmu yang dibutuhkan seperti asbabun Nuzul (sebab turun), Ilmu Nahwu, Sorof dan banyak lainnya. Selain itu patut diperhatikan pula keshahihan hadist bahkan hingga "kekuatan" dari sang Rawi (periwayat) karena untuk menjadi seorang Rawi harus melewati banyak syarat sehingga Hadist benar-benar bisa dipertanggung jawabkan riwayatnya hingga Rasulullah.
Ok, back to main topic.
Sekali lagi, banyak yang harus diperhatikan, tidak serta merta karena alasan (maaf) kafir lantas tidak memilih. Kalau menurut saya, selama ada pemimpin muslim yang baik, yang bisa mengayomi semua , memiliki empat sifat pemimpin (Fatonah, Tabligh, Sidiq, Amanah) mah ok aja.  Tapi, kalau ada seorang calon pemimpin muslim namun ada track record buruk seperti mantan koruptor atau pernah terjerat suatu kasus, namun calon lain non-muslim dengan track record baik, jujur saya akan memilih yang non-muslim. Karena, buat saya, untuk apa pemimpin seagama kalau kelakuannya saja tidak mencerminkan agama Islam? *Ok, ngopi dulu biar kalem*
Dalam agama Islam, Kafir juga ada banyak versi, ada kafir yang memerangi umat Islam dan ada pula kafir yang damai dengan Islam. Nah, ini nih, buat kalian yang sangat amat benci sama orang non-islam. KALIAN CUMA NGABISIN TENAGA! Daripada membenci mereka, mengafirkan mereka, mending yang damai, saling membantu. Kita kasih tahu kepada semua umat seperti apa Islam yang damai, yang dicontohkan Rosulullah. Karena dengan cara ini justru menjadi jurus ampuh dalam berdakwah. Dengan aksi langsung, kita bisa meluluhkan hati, memberi tahu seperti apa damainya Islam itu. Dan secara perlahan, mereka yang non-muslim bisa jadi muslim setelah tahu seperti apa sejatinya Islam.
Khususnya lagi buat kalian yang mungkin, sukanya koar-koar bilang Indonesia itu negara thoghuut, kafiir, blaa bla bla.. Halo? Kalian coba cari, pernah nggak Rosulullah ngasih contoh kayak gitu? Pernah nggak Rosulullah memaksa orang-orang untuk membuat sistem negara Islam? Kalo ada, kasih tahu saya, karena saya juga gak tahu, hehe. *seruput teh*
Dan sekali lagi, Islam itu rahmatan lil 'alamin Rahmat bagi semesta alam. Buat kawan-kawan yang semangat bikin negara khilafah, ada yang mau saya tanyain, khilafahnya siapa? 

Wallahu 'alam bisshowwab.


Comments

Popular posts from this blog

Jalanan Surabaya Tak Jauh Lebih Lunak dari Solo

Lama, kata ini tak cukup menggambarkan kehilangan saya untuk tidak menulis di blog. Setelah lulus, bekerja di media ternama di Kota Solo dengan kontrak selama 6 bulan, kemudian ke ibukota untuk menjadi relawan Asian Games selama beberapa bulan, lanjut menjadi relawan di Asian Paragames. Dan sejak akhir 2018 kemarin saya aktif menulis di salah satu media startup di Surabaya, sebagai content writer. Seperti biasa, penulis. Sepertinya karir saya tak pernah jauh dari dunia menulis, senantiasa dibayangi rasa untuk selalu menulis. Ibarat buku, Saya adalah frodo di novel fiksi lord of the rings karya R. R. Tolkien yang tak pernah lepas dari kejaran Sauron.

Hadist ke-7 Bab Istiqomah Kitab Riyadhussholihin

Kali ini saya membahas tentang apa yang dikaji pengajian Kitab Riyadhussolihin di Pondok Pesantren tempat saya menimba Ilmu, didalam Kitab Riyadhussholihin Bab Istiqomah Hadist ke 7 Halaman 62 dijelaskan Dari Abi Hurairah RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda: Bersegeralah kalian untuk berbuat kebaikan karena tidak akan menunggu kepada kalian 7 perkara, kecuali terhadap kalian telah datang telah datang fakir yang (membuat kalian) melupakan (Agama) ,Kekayaan yang melenakan(kalian), Sakit yang merusak (keimanan), pikun yang membodohkan(kalian), Kematian( kalian), Dajjal yang seburuk-buruk perkara gaib, serta Hari Kiamat. (Hadist riwayat Tirmidzi, dan hadist ini sohih). berikut kutipannya gan, sebenernya transletan diatas berdasarkan ilmu perkiraan bahasa pegon ke bahasa Indonesia, coz emang saya masih santri tingkat rendah. mohon maklum ya,gan.. semoga bermanfaat ^_^